Translate

Minggu, 09 Februari 2014

Secercah Cahaya Dalam Kegelapan

Pagi yang cerah terlihat berbeda dari biasanya. Terik mentari di pagi hari menghadirkan sinarnya penuh arti. Kicauan burung tiada henti. Mengusikku dari tidur panjang ini. Setelah sekitar 6 bulan aku mengalami dilema. Dilema antara hidup dan mati. Mataku perlahan mulai terbuka, tapi sakit sekali rasanya menggerakan seluruh tubuh ini. Aku rasanya ingin tidur panjang lagi, tetapi batinku menolak. Ia ingin aku tetap hidup. Aku berusaha membuka mata ini dan menggerakan jari-jari tanganku kembali. Rasa sakit itu belum juga sirna. Kesal rasanya. “Andin bangunlah, Nak. Ini Ibu.” hah? Bisikan apa itu? Terdengar samar. Apakah itu bunda? Apakah akhirnya tuhan memberikan cahayanya untukku? Ah aku ingin mendengarnya sekali lagi agar aku benar-benar yakin kalau itu Ibu. Beberapa saat kemudian suara itu pun terdengar lagi. Bahkan semakin jelas di telingaku. “A-a-andin kembalilah pada Ibu. Ibu sangat rindu, Nak.” entah karena bisikan seorang Ibu atau sebuah cahaya itu yang membuatku memiliki kekuatan untuk menahan rasa sakit ini. Aku berusaha dan terus berusaha sekuat tenaga. Ketika aku mulai membuka mata ini. Kulihat begitu banyak cahaya di sekelilingku. Seperti pelangi. Aku menangis penuh rasa bahagia. Allah telah memberikan cahaya itu padaku walaupun hanya secercah cahaya. Allah mendengar doaku. Sedikit demi sedikit cahaya itu pun mulai pudar dan membentuk wajah Ibu, Eyang dan saudaraku yang lainnya. Aku mulai tersenyum pada mereka semua, untuk menandakan bahwa aku sudah tidak apa-apa. Wajah mereka semua musam, mungkin mereka menangisiku terus menerus yang sudah sekitar setengah tahun tak sadarkan diri. Kulihat wajah Ibu, hanya Ibu yang tersenyum saat itu. Ah aku rindu sosok Ibu yang seperti ini. Aku bersyukur Tuhan. Aku teringat akan mimpi saat aku tak sadarkan diri. Seorang wanita tegap penuh rasa ketegangan tepat berdiri di hadapanku saat itu, belum sempat ia memperkenalkan dirinya. Ia tiba-tiba mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu hanya sebuah desa kecil yang sempit dan terlihat sesak. Begitu gelap, seperti tidak ada cahaya disana. Entah dimana aku sekarang. Bulu kudukku berdiri. Aku ketakutan. “Kau lihat? Betapa sesak dan gelapnya desa itu. Kini aku akan mengajakmu kesana.” aku takut. Aku tidak mau. Batinku terus menolak ajakan wanita itu. Rasa takutku belum sirna, tetapi wanita itu segera menggandeng tanganku menuju desa tersebut. Apa sebenarnya yang wanita ini inginkan? Kami memasuki salah satu rumah penduduk. Aku sudah membayangan kondisi penduduk yang tinggal di desa gelap gulita ini pasti mereka dikerumuni rasa ketakutan, rasa kelaparan. Ya sudahlah, sudah terbayangkan olehku pasti yang tinggal disini itu sangat sengsara. Ternyata dugaanku salah, benar-benar salah. Kakiku kaku seketika, mulutku membisu tak mampu berkata apa-apa. Di hadapanku saat ini aku melihat seorang ibu dengan kedua anaknya saling tersenyum satu sama lain, bercanda tawa bersama, lalu kemudian sang Ibu memeluk kedua anaknya dengan penuh kebahagian. Sebelum aku mulai bertanya. Wanita itu sudah lebih dulu berkata, “Kau lihat? Desa ini dipenuhi dengan kegelapan, kesengsaraan, serta ketidakcukupan akan harta benda. Tapi senyum itu tetap ada.” Aku mengangguk kebingungan. Penuh rasa tanya. Apa yang membuat mereka merasa cukup dengan keadaan yang sengsara seperti ini? Tidak ada tangisan. Tidak ada penderitaan. Tidak ada kesedihan sedikit pun pada paras wajah mereka. Aku tidak mengerti. “Apa maksud semua ini? Tempat apa ini sebenarnya?” akhirnya aku memberanikan diri bertanya pada wanita misterius itu. Alhasil, dia sama sekali tidak mempedulikan pertanyaanku. Seketika wanita itu menunjuk pada satu arah. Menunjuk ke arah sang Ibu. Spontan aku segera memperhatikan tingkah laku ibu kedua anak tersebut. Ia mengeluarkan sejumlah uang dari saku pakaiannya. Aku menilik uang tersebut, ternyata hanya 5 ribu perak. “Nak, ini ibu mendapatkan rezeki dari berjualan tadi pagi. Alhamdulillah. Bagaimana kalau kita beli beras dan garam untuk makan malam nanti? Kalau keduanya dicampur maka makan malam hari ini akan sangat lezat lho!” ucap sang ibu sambil berseri-seri penuh bahagia. Lalu kedua anak tersebut mengangguk angguk kegirangan. Aku terdiam. Apa ini? Mengapa begitu berbeda denganku yang selalu mengeluh setiap saat. Makanan yang tersedia begitu banyak di meja makanku, tapi aku tidak pernah merasa puas. Aku menganggap hal itu wajar. Ya, karena memang manusia itu pada hakikatnya tidak pernah merasa puas pada apapun yang ia miliki. Padahal hidupku sudah lebih daripada cukup, tapi aku tidak pernah bersyukur sedikit pun. Kecewa. Sungguh satu kata itu yang membuatku terpuruk saat ini. Aku kecewa pada diriku sendiri. “Kau. Pikirkanlah apa yang belum kau lakukan. Lakukanlah yang terbaik jika ada saatnya nanti cahaya sekecil apapun menerangimu dalam kegelapan ini. Rasa syukur adalah hal yang paling mulia, mungkin sangat mudah mengatakan ‘aku bersyukur’ tetapi sulit untuk dilakukan dengan kesungguhan hati hanya padaNya.” wanita itu akhirnya pergi meninggalkanku sendirian. Aku menangis. Aku sungguh ketakutan. Aku dimana? Aku tidak bisa berjalan kemanapun. Aku tidak tahu arah dan tujuan. Dunia apa ini? Begitu berbeda dengan dunia yang aku jalani. Di duniaku begitu banyak cahaya, tetapi di dalamnya begitu gelap. Karena rasa syukur yang tiada pernah terucap. Akankah aku mendapatkan secercah cahaya itu? Aku ingin kembali. Bantu aku Tuhan. Bantu aku untuk menjalani hidup dengan penuh rasa syukur padaMu…
Posted By: allandia

Secercah Cahaya Dalam Kegelapan

Share:

Post a Comment

Facebook
Blogger

1 komentar:

  1. The 14 BEST Casino In LA County | Mapyro
    The 오산 출장안마 14 공주 출장마사지 BEST Casino In 원주 출장마사지 LA County is a fun and easy drive from Loca La Rada Casino and 시흥 출장안마 you 제주 출장마사지 can enjoy it yourself from the comfort of your own home!

    BalasHapus

Follow Us

About Us

Advertisment

Like Us

© Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan .welcome in my blog:) ALANDIA All rights reserved | Theme Designed by allaandia Bloggera Templates